Laman

Jumat, 13 Januari 2017

Lempar Cakram | Sejarah, Pengertian,Teknik, Peraturan Bermain, Lapangan

A.    Sejarah Lempar Cakram 
Berdasarkan cacatan sejarah bahwa lempar cakram adalah salah satu nomor atletik, hal ini dapat kita ketahui dari buku karangan Homerus yang berjudul “Odyssy” pada zaman purba.
Dalam buku Odyssy tersebut menceritakan bahwa gerak gerakan dasar dari atletik adalah jalan, lari, lompat dan lempar yang telah dikenal oleh bangsa primitif pada zaman prasejarah. Bahkan dapat dikatakan sejak adanya manusia, gerak-gerakan itu dikenal.

Mereka melakukan gerakan jalan, lari, lompat dan lempar semata-mata untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Didalam usaha ini mereka sangat tergantung dari efiiensi jasmaninya. Mereka yang kurang terampil, kurang tahan berjalan, kurang cepat lari, kurang tangkas melompat atau melempar akan mati karena kelaparan atau menjadi mangsa binatang buas bahkan mungkin menjadi korban bencana alam.
Jadi sejak zaman prasejarah, ,manusia telah menyadari akan manfaat ketahanan berjalan jauh, kecepatan lari, ketangkasan melompat dan melempar. Sehingga ada sementara orang yang menganggap atletik adalah cabang olahraga yang tertua.
Bangsa Belanda menyebutnya “Atletik is a moerder der sporten” yang artinya atletik adalah induk dari semua cabang olahraga. Meskipun gerakan dasar atletik ini telah dikenal sejak adanya manusia, tetapi perlombaan atletik termasuk lempar cakram yang pernah dilakukan dalam cacatan sejarah baru terjadi pada zaman purba sekitar 1000 tahun sebelum masehi. Hal ini dapat diketahui dari buku pujangga Yunani yang ditulis oleh Homeros.
Dalam buku ini juga Homeros menceritakan pertualangan Odysseus. Bahwa pada suatu ketika Odysseus terdampar disebuah kepulauan yang kemudian ternyata bernama Phaeacia, rajanya bernama Alcinaus. Setelah Odysseus dibawa menghadap baginda maka diadakan penyambutan yang meriah. Dalam acara itu diadakan serangkaian perlombaan.pemuda-pemuda Phaeacia yang mempertujukan kemahirannya dalam lomba lari cepat, gulat, lompat, tinju, dan lempar cakram.
Setelah rangkaian ini selesai, raja Aleinaus minta agar Odysseus menberikan demotrasi lempar cakram. Semula Odysseus menolaknya dengan halus, tetapi baginda mendesaknya dengan alasan agar pumuda Phaeacia dapat menyaksikan bagaimana cara melempar cakram yang sempurna, maka permintaan raja terpaksa dipenuhi. Tanpa melepaskan pakaian perangnya yang terbuat dari logam itu, Odysseus bangkit minta ijin kepada baginda, kemudian masuk gelanggang mengambil cakram yang terberat dan dengan gaya termanis melempar cakram itu,cakram melucur dan jatuh jauh dari jarak yang dicapai atlet-atlet dari Phaeacia (Sunaryo Basuki, 1979 : 24).
Dari kutipan buku ini yakin bahwa bangsa Yunani purba telah mengenal atletik, disini terlihat adanya nomor lari, lompat, dan lempar cakram yang merupakan nomor atletik yang kita kenal sampai sekarang ini.
B.    Sejarah Lempar Cakram di Indonesia
Berbicara masalah lempar cakram di Indonesia, kita tidaik bisa pisahkan dengan sejarah atletik. Karena lempar cakram adalah nomor atau bagian dari atletik. Jadi di Indonesia atletik termasuk lempar cakram dikenal lewat bangsa Belanda yang setengah abad lamanya menjajah Negeri Indonesia. Namun demikian atletik termasuk lempar cakram ini tidak dikenal secara luas.
Kemudian pada zaman pendudukan Jepang mulai awal tahun 1942-1945 kegiatan keolahragawan mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dipagi hari semua pelajar dan pegawai diwajibkan melakukan senam. Selain itu diberikan pelajaran beladiri dan atletik termasuk lempar cakram. Tetapi semua aktivitas jasmani yang dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia itu hanya untuk kepentingan orang-orang Jepang sendiri, dalam usaha memenangkan perang (Drs. Aip Syrifuddin, 1998 : 3).
Kemudian setelah Indonesia merdeka perkembangan olahraga termasuk lempar cakram semakin meluas bahkan setiap orang diberikan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan atletik termasuk lempar cakram (Drs. Sunaryo Basuki, 1979 : 37).
Dari penjelasan sejarah atletik diatas, maka dalam bab ini penulis akan menguraikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Panjang lengan
  2. Lempar cakram
  3. Pengaruh panjang l;engan terhadap prestasi lempar cakram
C.    Panjang Lengan
Panjang lengan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam olahraga khususnya lempar cakram, karena panjang lengan akan memungkinkan dalam pencapaian prestasi yang maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa bentuk tubuh atau postur tubuh merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian prestasi yang maksimal (Soeharno H. P. 1985 : 8).
Disamping panjang lengan, dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekuatan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa kekuatan lengan adalah kemampuan kelompok otot-otot lengan untuk dapat mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan aktivitas (Drs. Soeharno H. P. 1985 : 224),
Standar yang digunakan untuk mengukur panjang lengan menggunakan meteran baja (Antropometer) yang diukur melalui pangkal persendian bahu yang paling atas sampai ujung jari tengah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa lengan adalah anggota gerak bagian atas mulai dari gelang bahu sampai ujung jari (Soedarminta, 1994 : 108).
Berdasarkan pendapat diatas, maka hasil pengukuran dapat dibaca sesuai dengan apa yang tertera pada alat ukur. Siswa yang memiliki panjang lengan diatas rata-rata maka dianggap sebagai siswa berlengan panjang, sedangkan siswa yang memiliki panjang lengan dibawah rata-rata diangggap sebagai siswa yang berlengan pendek.
Untuk cabang olahraga atletik khususnya nomor lempar cakram, apabila ada seseoarang yang memiliki lengan panjang kecenderungan akan berpengaruh pada jauhnya lemparan jika didukung oleh kekuatan otot yang baik bila dibandingkan seseorang yang memiliki lengan pendek.
D.    Lempar Cakram
Ada beberapa hal mengenai lempar cakram yang akan diuraikan sebagai berikut :
  1. Pengetian lempar cakram
  2. Tehnik-tehnik lempar cakram
  3. Peraturan dalam lempar cakram
1.    Pengertian lempar cakram
Untuk memahmi pengertian lempar cakram, terlebih dahulu kita memahami pemgertian lempar cakram. Lempar adalah olahraga dengan melempar (lembing, peluru, martil, cakram).(W. J. S. Poerwadarminta, 1976 : 584).
Sedangkan cakram sebuah benda kayu yang berbentuk piring berbingkai sabuk besi (Didi Sugandi, 1986 : 51).
Jadi lempar cakram adalah salah satu nomor lomba dalam atletik yang menggunakan sebuah benda kayu yang berbentuk piring bersabuk besi, atau bahan lain yang bundar pipih yang dilemparkan. 2.    Tehnik-tehnik lempar cakram
a.    Cara memegang cakram
Untuk memudahkan memegangnya, cakram diletakkan pada telapak tangan kiri (bagi pelempar yang tidak kidal) sedangkan telapak tangan kanan diletakkan diatas tengah cakram, keempat jari agak jarang (terbuka) menutupi pinggiran cakram (ruas jari yang terakhir menutupi cakram) sedangkan ibu jari bebas.
b.    Ada dua gaya dalam lempar cakram
•    Gaya samping
Sikap permulaan berdiri miring/menyamping kearah sasaran, sesaat akan memulai berputar lengan kanan diayun jauh ke belakang, sumbu putaran pada kaki kiri (telapak kaki bagian depan atau ujung) selama berputar lengan kanan selalu di belakang, pada posisi melempar badan merendah lengan kanan di belakang pandangan ke arah sasaran, setelah cakram lepas dari tangan kaki kanan melangkah ke depan berpijak dibekas telapak kaki kiri yang saat itu telah berayun ke belakang.
•    Gaya belakang
Sikap pertama berdiri membelakangi arah lemparan sesaat akan berputar lengan kanan diayun jauh ke belakang pandangan mulai melirik ke kiri, saat mulai berputar ujung telapak kaki kiri sebagai sumbu dan tolakan kaki kiri itu pula badan meluncur ke arah lemparan, kaki kanan secepatnya diayun memutar ke kiri untuk berpijak, sesaat kaki kanan mendarat kaki kiri dengan cepat pula diayum ke kiri untuk berpijak dan terjadilah sikap lempar, setelah cakram lepas dari tangan kaki kanan segera diayun ke depan dan kaki kiri diayun ke belakang.

3.    Peraturan dalam lempar cakram
Lempar cakram harus dimulai dengan sikap berdiri seimbang dengan lingkaran lempar tanpa menginjak garis lingkaran. Pelempar tidak boleh meninggalkan lingkaran lempar sebelum juri mengatakan sah posisi berdirinya melalui setengah lingkaran bagian dalam.pelempar boleh menyentuh dinding bagian dalam dari balok batas lemparan tetapi tidak boleh menyentuh bagian atasnya. Lemparan akan diukur dengan lemparan yang ditarik dari bekas jatuhnya cakram yang terdekat ketepi dalam balok. Bila peserta lebih dari 8 orang, maka peserta akan diberi hak melempar sebanyak 3 kali, kemudian akan ditentukan 8 pelempar terbaik untuk mengikuti babak berikutnya (final). Bila peserta lomba 8 orang atau kurang, kesempatan melempar sebanyak 6 kali langsung final.
Lingkaran lemparan tersebut terbuat dari besi, baja atau bahan lain yang sesuai. Bagian atasnya dipasang rata dengan tanah diluarnya. Bagian dalam terbuat dari semen, aspal atau bahan lain yang kokoh tetapi tidak licin permukaannya bagian dalam harus datar lebih rendah 14 mm sampai 26 mm dari sisi atas tepi lingkaran.
Ukuran garis tengah sebelah dalam lingkaran lempar adalah 2,5 m, tebal besi lingkaran lempar 6 mm dan harus dicat putih. Garis putih selebar 5 cm harus ditarik dari bagian atas lingkaran besi sepanjang 75 cm pada kedua sisi lingkaran.
4.    Faktor-fakor yang mempengaruhi prestasi dalam lempar cakram
a.    Faktor internal atau dari dalam atlet
1.    Kesehatan fisik dan mental yang baik
Kita sebagai manusia terbentuk dari unsur jasmani dan rohani, keduanya memegang peranan penting dan tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya karena saling mempengaruhi. Apabila fisik terganggu oleh suatu penyakit maka faktor fsikispun ikut terganggu. Oleh karena itu kesehatan fisik harus selalu dijaga agar tetap dalam keadaan sehat.
Dengan demikian faktor psikis, pemeliharaan dapat dilakukan dengan jalan pemeliharaan suasana lingkungan sehat sehingga pikiran tetap jernih, serta perasaaan tenteram dan sebagainya, menentukan karena segala kegiatan dalm mencapai prestasi memerlukan pembiayaan yang cukup besar.
b.    Faktor-faktor eksternal (dari dalam atlet)
1.    Lingkungan keluarga
Keluarga dapat dinyatakan sebagai suatu kelompok atau unit terkecil dari masyarakat yang didalamnya terdapat hubungan erat antara anggota-anggotanya. Orang tua dalam suatu keluarga mendidik anaknya secara kodrati dengan memberi dorongan.
2.    Latihan
Latihan adalah suatu proses mempersiapkan organisme atlet secara sistematis untuk mencapai mutu, prestasi maksimal dengan diberi beban latihan fisik dan mental yang teratur, terarah, meningkat dan berulang-ulang (Rusli Nursalam, 1990 : 19).
Petunjuk latihan
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan kebutuhan latihan bagi para pelempar, jika terdapat perbedaan hanya terdapat pada latihan tehnis yang dilakukan (Sugito, 1994 : 232).
Secara garis besar disamping kebutuhan latihan untuk meningkatkan kebutuhan tehnik nomor lempar yang dipilih para pelempar membutuhkan latihan-latihan sebagai berikut :
1.    Latihan kekuatan
Pelempar yang ingin berhasil harus mengembangkan kekuatan otot-ototnya dengan latihan beban atau weight training. Prinsip-prinsip weight training adalah kesedian untuk mengulang-ulang apa yang dipelajari. Gerakan dilang berkali-kali sehingga pada akhirnya gerakan-gerakan itu dapat dilaksanakan tanpa memikir, segala sesuatu sudah berlangsung secara otomatis, cepat dan efesien. Latihan harus cukup berat sehingga dapat merangsang adaptasi-adaptasi dalam badan. Latihan yang ringan tidak akan menimbulkan kemajuan dalam kemampuan begitu pula sebaliknya. Latihan-latihan harus ditingkatkan, latihan harus teratur. Pada akhirnya kemampuan berprestasi ini dibatasi oleh bakat yang tersimpan didalam anak (Bambang Wijanarko, 1994 : 113).
Dalam memilih macam latihan hendaknya disesuaikan dengan nomor lempar yang diikuti, pada masa persiapan tahap kedua dapat dilakukan 2 kali dalam seminggu, dan pada masa perlombaan masih dapat dilakukan sekali seminggu.
2.    Latihan kecepatan
Seorang pelempar tidak hanya harus kuat, tetapi juga mampu bergerak dengan cepat. Bagi pelempar, kecepatan akan memberikan kekuatan eksplosif yang sangat berguna untuk meningkat prestasi lempar. Latihan kecepatan bagi para pelempar dapat berupa : lari 30 meter, loncat tegap, jingkat 3 kali dan pul-up.
3.    Latihan daya tahan
Seorang pelempar juga harus mempunyai daya tahan. Ini dapat dicapai dengan latihan gross country serta lari interval.
4.    Latihan kelincahan dan keterampilan
Seorang pelempar harus juga memiliki kelincahan dan keterampilan. Ini dapat dicapai dengan latihan : senam lantai dan senam ketangkasan, loncat tali (rope skiping). E.    Pengaruh panjang lengan terhadap prestasi lempar cakram
Pengaruh lengan terhadap prestasi lempar pada umumnya sangat besar, ditinjau dari fungsi lengan sebagai penahan, pemegang dan sebagai alat lemparan terakhir dengan gaya lenting. Fungsi lengan dalam lemparan ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan otot lengan adalah kekuatan otot-otot atau kelompok otot untuk mengatasi suatu beban dalam menjalankan suatu aktivitas (Abdul Hamid Syeeh Nur, 1993 : 135).
Makin tinggi dan besar pelempar cakram, makin baik adanya. Pelempar dengan lengan panjang akan lebih menguntungkan daripada berlengan pendek. Sebab lengan yang panjang mempunyai jangkauan ayunan yang lebih jauh (Winarno surachman, 1992 : 20). Menunjukkan bahwa bukti akan kebenaran pendapat diatas. Oleh karena itu para Pembina olahraga khususnya pelempar cakram perlu kiranya memperhatikan postur atau bentuk tubuh merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian preastasi yang maksimal (Soeharno HP, 1985
Seorang yang mempunyai tubuh yang lebih tinggi dan besar sudah jelas mempunyai jangkauan yang lebih jauh daripada yang mempunyai bentuk tubuh pendek yang pada gilirannya tidak akan mampu melempar yang lebih jauh. Gambar   Lapangan Lempar Cakram

MATERI LEMPAR LEMBING

1.     Pengertian Lempar Lembing
          
         Lempar lembing terdiri dari dua kata yaitu lempar dan lembing. Lempar yang berarti usaha untuk membuang jauh-jauh, dan lembing adalah tongkat yang berujung runcing yang dibuang jauh-jauh (Munasifah, 2008:4). Lempar lembing adalah salah satu nomor yang terdapat dalam cabang olahraga atletik yang menggunakan alat bulat panjang yang berbentuk tombak dengan cara melempar sejauh-jauhnya (PASI, 1988:43). Selanjutnya Jerver (1996:142) Menjelaskan bahwa “Lempar lembing adalah suatu gerakan antara sentuhan tangan dengan menggunakan benda yang berbentuk panjang berusaha untuk melempar sejauh mungkin”. Untuk memperoleh jauhnya lemparan diperlukan kekuatan dan kecepatan gerak serta sudut pada saat lembing meninggalkan tangan.

Pengertian lempar lembing tidaklah lengkap kalau tidak diketahui sejarah atau riwayat perkembangan lempar lembing sebagai salah satu cabang atletik. Munasifah (2008:4-5) Menjelaskan Bahwa “lempar lembing berawal dari kegiatan manusia zaman dahulu dalam berburu binatang yang sering menggunakan lembing dalam berburu mangsanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memakan binatang hasil buruannya”. Lempar lembing pada zaman modern sudah menjadi olahraga yang diperlombakan, namun memahami sejarah tidak hanya sekedar untuk pengertian atau pengetahuan tentang kejadian pada masa lampau, melainkan untuk menentukan langkah-langkah pada masa yang akan datang.

2.    Teknik-teknik Lempar Lembing
Teknik-teknik yang terdapat dalam lempar lembing adalah sebagai berikut:

2.3.     2.1     Cara Memegang Lembing
            
    Cara memegang lembing yang baik dan efektif merupakan salah satu kunci penentu hasil lemparan. Kalau dilihat pada struktur lembing, maka akan terlihat lilitan tali pada lembing sebagai tempat pegangan yang dianjurkan, karena pada sekitar itu terdapat titik berat lembing yang diprediksikan paling efektif untuk memegang lembing. Cara memegang lembing ada tiga macam yaitu: pegangan cara Amerika (American Style), cara Firlandia (Firlandia Style), cara Jepit Tang (Tank Style). Lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini.

 
                           Gambar 1. Tiga Macam Pegangan Lembing (Suherman, 2001:213)
             
        Pegangan cara American adalah ibu jari dan jari telunjuk saling bertemu di belakang balutan atau lilitan lembing. Cara ini lebih mudah dilakukan sehingga cocok bagi atlet pemula, secara umum bukan hanya atlet pemula saja yang menggunakan pegangan American akan tetapi di kalangan masyarakat maupun kalangan pendidikan pada umumnya menggunakan pegangan cara American, karna daya dorongnya yang dilakukan ibu jari dan jari telunjuk lebih tinggi (Hasan, 2003:259)                       
        Pegangan cara American ini lebih mudah dilakukan oleh pemula di bandingkan cara pegangan Firlandia yang sebagian kecil dilakukan oleh atlet elit saja, namun secara umum dua cara pegangan tersebut masih digunakan sampai dengan sekarang karena memiliki daya dorong yang sangat kuat cuma yang membedakan hanya pada teknik pegangan saja. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

                                Gambar 2. Cara Pegangan Amerika (Muhajir, 2007:144)

Pegangan cara Firlandia adalah ibu jari dan jari tengah bertemu di belakang balutan atau lilitan lembing sedangkan jari telunjuk agak lurus dengan batang lembing. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

                              Gambar 3. Cara Pegangan Firlandia (Muhajir, 2007:144)

Pegangan cara jepit tang (Tank Style) adalah pegangan dimana jari telunjuk dan jari tengah menjepit lembing tepat di belakang tempat pegangan. Pegangan ini terdapat kelebihan dan kekurangan seperti yang dikemukakan Jonath dkk (1988:81) bahwa “Pegangan tank mencegah terjadinya luka pada siku, karena pelencengan (pegangan kesehatan) tetapi lilitan tipis seperti yang diharuskan sering menyebabkan masalah pada waktu melempar”. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar dibawah ini:

 
                               Gambar 4. Cara Pegangan Jepit Tank (Muhajir, 2007:144)
             
          Dari tiga cara pegangan di atas sebenarnya tergantung pada pelempar itu sendiri untuk memilih mana yang lebih cocok. Hal ini sesuai pendapat Guthrie (1993:177) bahwa “Ketiga cara memegang lembing tidak ada satupun dari cara tersebut yang lebih baik dari pada yang lain, seseorang atlet harus memilih salah satu jenis pegangan yang cocok dan paling pas untuknya setelah melalui latihan untuk tiap-tiap jenis pegangan”. Selanjutnya Muhajir (2007:145) mengatakan bahwa “Pelempar dapat memilih cara mana yang cocok baginya, cara manapun yang dipilih oleh pelempar harus dapat memberikan pegangan yang enak, dapat mengendalikan jalan serta arah lemparan dengan tepat, dan dapat menyalurkan tenaga dengan tepat pula”. 

2.2    Cara Membawa Lembing                                                                                
Cara mengambil awalan pada lempar lembing sangat erat kaitannya dengan cara membawa lembing, sesuai yang dikemukakan Hasan (2003:260) bahwa “Cara apapun bisa dilakukan untuk membawa lembing, asalkan tidak mengganggu kecepatan berlari”. Jadi dalam membawa lembing yang sering biasa dilakukan para pelempar adalah lembing berada di atas pundak maupun bahu dengan posisi mata lembing serong ke atas, maupun serong ke bawah dan posisi mendatar dalam posisi tersebut otot-otot sekitar bahu dan tangan terasa rileks. Ada juga yang membawa lembing dengan posisi lembing di samping badan, tangan lurus ke belakang sehingga tidak mendapat kesulitan untuk mengambil sikap-sikap selanjutnya. Namun sedikit hambatan untuk mendapat kecepatan awalan yang optimal (Suherman, 2001:214). Lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini:

                         Gambar 5. Membawa Lembing (Suherman, 2001:214)

2.3  Cara Awalan Lari Lempar lembing
             
        Awalan adalah gerakan permulaan dalam melempar lembing. Awalan  dilakukan dengan cara langkah dan lari menuju ke batas tolakan. Awalan lari merupakan bagian yang pertama guna membangun kecepatan gerak yang diperlukan dalam lemparan.
             
         Awalan lari, pelempar berlari sambil membawa lembing di atas kepala dengan lengan ditekuk, siku menghadap ke depan dan telapak menghadap ke atas. Posisi lembing berada sejajar di atas garis paralel dengan tanah. Bagian terakhir awalan terdiri dari langkah silang atau sering di sebut dengan “cross steps”. Pada bagian awalan-akhir ini kita mengenal beberapa cara, di antaranya: a). Dengan jingkat (hop-steps), b). Dengan langkah silang di depan (cross-steps), c). Langkah silang di belakang (rear cross-steps). Sedangakan mengenai panjang awalan seperti dikemukakan Ballesteros (1993:117) bahwa “Panjang lintasan awalan harus tidak lebih dari 36.50 m dan tidak kurang dari 30 m, harus diberi tanda dengan dua garis paralel 4 m terpisah dan lebar garis 5 cm”.
             
        Peralihan (cross steps),  saat kaki kiri diturunkan, kedua bahu diputar berlahan-lahan ke arah kanan, lengan kanan mulai bergerak atau diluruskan ke arah belakang, dan disini secara berlahan-lahan titik pusat gravitasi turun yang sebelumnya meningkat selama melakuakan awalan lari. Perputaran bahu dan pelurusan lengan yang membawa lembing ke arah belakang diteruskan tanpa terputus dan bergerak terus hingga melewati atas kaki kiri, dan ini menghasilkan kecondongan tubuh bagian atas ke belakang. Perputaran kedua bahu ke kanan membuat pilinan di antara tubuh bagian atas dan bagian bawah serta meninggalkan lembing dengan baik di belakang badan. Pandangan kedua mata selalu lurus kedepan. Ketika tungkai kanan mendarat dalam posisi setengah ditekuk diakhir langkah silang (cross steps), angkatlah tumit kanan saat lutut bergerak maju, dan bukalah kedua tungkai dengan cara melangkahkan kaki kiri selebar mungkin ke depan dan diinjakkan sedikit ke arah kiri. Kedua bahu tetap menghadap ke samping dan pastikan lembing masih dipegang dengan baik di belakang dengan tangan yang membawa lembing tetap berada setinggi bahu. Pergelangan tangan dijaga agar tetap ditekuk dan telapak tangan menghadap atas agar ekor lembing tidak kenak tanah. Selama pergerakan ini lengan kiri dilipat menyilang dada (Suherman, 2001:215).
             
         Fase akhir, Ketika kaki kiri di turunkan di posisi akhir lemparan, pemutaran kedua pinggul ke depan dimulai, ditandai oleh sebuah putaran ke dalam kaki kanan dan lutut dilanjutkan dengan pelurusan tungkai. Segera bahu kiri dibuka, siku kanan diputar ke arah luar atas dan lembing diluruskan di atas lengan dan bahu. Kaki kiri ditekan ke tanah disusul kemudian dengan memutar kaki kanan ke dalam dan meluruskannya sambil lutut kanan turut diluruskan sehingga menghasilkan sebuah posisi membusur dari badan dan meregang kuat bagian otot depan (Suherman, 2001:216). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini:

                           Gambar 6. Rangkaian Gerakan Lempar Lembing (Hasan, 1993:79)


 2.4 Cara Melempar Lembing
             
        Pada saat lembing akan dilemparkan dari atas kepala, lembing dibawa kebelakang dengan tangan lurus diputar kedalam, badan direbahkan kebelakang dengan lutut kaki kanan, kemudian bersamaan dengan membengkokkan siku. Lembing dibawa secepat-cepatnya keatas kepala, pinggul didorong ke depan dan lembing dilemparkan sekuat-kuatnya dari atas kepala kedepan sehingga tangan lurus dan dibantu dengan menolakkan kaki kanan sekuatnya dan melonjakkan badan kedepan, kemudian lembing dilepaskan pada saat lurus dan jari-jari tangan mendorong pangkal lilitan tali lembing (Hasan, 1993:85-86). lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

                                          Gambar 7. Melemparkan Lembing (Hasan, 1993:83)

2.5    Cara Melepaskan Lembing
            
         Gerakan pelepasan lembing adalah gerakan penting untuk suatu lemparan yang baik, bahwa bahu, lengan atas, dan tangan bergerak berurutan. Mula-mula bahu melempar secara aktif di bawa kedepan dan lengan pelampar diputar, sedangkan siku mendorong ke atas. Pelepasan lembing itu terjadi di atas kaki kiri, lembing lepas dari tangan pada sudut lemparan kira-kira 45 derajat dengan  suatu gerakan seperti ketapel dari lengan bawah tangan kanan. Kaki kanan meluncur di tanah, pada waktu lembing lepas terjadi pada suatu garis lurus dari pinggang ke tangan pelempar yang hanya sedikit keluar garis vertikal, sedangkan kepala dan tubuh condong ke kiri pada saat tahap pelepasan lembing. Lengan kiri ditekuk dan memblok selama pelepasan lembing. (Muller, 2000:147-148-149). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 8. Pelepasan lembing (Muller, 2000:149)


Saat melempar lembing diperlukan keseimbangan badan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika melempar agar tidak terbawa ke depan yang dapat mengakibatkan diskwalifikasi. Tubuh mengupayakan untuk menjaga keseimbangan dengan memusatkannya pada satu kaki tumpuan, keseimbangan dipengaruhi oleh letak segmen-segmen anggota tubuh. Ketika hendak melempar lembing maka moment gaya juga harus kita perbesar sebab semakin besar moment gaya maka gaya yang dihasilkan juga akan semakin besar, sehingga dapat menghasilkan lemparan yang jauh. Semakin besar power kita dalam melempar maka akan semakin besar pula kecepatan benda tersebut. 
  
2.6  Sikap Badan Setelah Melempar Lembing
                         
          Setelah kaki kanan di tolakkan keatas dan kedepan mendarat kaki diangkat kebelakang lemas lalu badan agak miring dan condong kedepan kaki kiri ke belakang lemas kemudian tangan kanan dengan siku agak dibengkokkan berada di bawah dekat keperut dan tangan kiri lemas kebelakang sehingga pandangan kearah jalannya lembing sampai jatuh (Hasan, 1993:85). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


 
 
                          Gambar 9. Sikap Badan Setelah Melempar Lembing (Hasan, 1993:85)


3. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lempar Lembing.

Pelempar lembing adalah seseorang yang mempunyai daya ledak otot lengan bahu yang besar dan mempunyai kekuatan serta ketepatan langkah dalam melakukan awalan sebelum lembing dilepaskan (Adisasmita, 1986:7). Oleh karena itu pelempar yang tidak mempunyai ketepatan dalam melangkah sama halnya tidak mempunyai harapan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Unsur dasar dari suatu prestasi lempar lembing adalah ketepatan dalam melangkah pada saat awalan, hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kemampuan seseorang untuk melempar sejauh mungkin. Disamping itu faktor utama yang harus diperhatikan adalah cara pegangan dan unsur fisik seperti kekuatan, kelentukan, kecepatan dan daya ledak otot. Komponen-komponen ini tidak boleh diabaikan oleh pelempar, pelatih termasuk juga guru penjas dalam mengajar.

Kemudian faktor lain yang mempengaruhi hasil lempar lembing adalah kesalahan dalam melakukan lemparan, ada beberapa kesalahan yang sering terjadi ketika melakukan lempar lembing, yaitu sebagai berikut: 1). Kecepatan lari tidak diatur meningkat. Dari awal larinya cepat terus atau sebaliknya terlalu lambat, 2). Sewaktu lari, lembing didiamkan saja, 3). Setelah langkah silang, pelempar berhenti dahulu, 4). Kaki kanan tidak dikencangkan, 5). Lemparan tidak diikuti siku kanan, 6). Kaki kiri tidak dilangkahkan pada saat akan melempar, 7). Lepasnya lembing tidak melewati atas pundak kanan, 8). Sudut lempar kurang atau terlalu besar, 9). Tidak dapat memelihara keseimbangan (Munasifah, 2008:20). 
 
4. Peraturan Umum Dalam Lempar Lembing
 
4.1 Peralatan Lembing
            
Lembing terdiri tiga bagian yaitu mata lembing, badan lembing dan tali pegangan. Badan lembing terbuat dari metal dan mata lembing yang lancip terpasang ujung depan yang panjang. Peraturan tentang spesifikasi lembing putra dan putri adalah sangat komplek, dalam rangka menjamin melayang dan menancapnya lembing yang sah. Manager Teknik harus berhati-hati dalam menjamin bahwa semua lembing yang akan digunakan dalam suatu perlombaan harus memenuhi semua peraturan dan ketentuan yang ditetapkan. Berat lembing untuk putra adalah 800 gram, sedangkan lembing putri 600 gram. Panjang lembing untuk putra adalah 2.60 – 2.70 m, sedangkan panjang lembing putri 2.20 – 2.30 m.

Pada perlombaan atletik seperti Olimpiade, Kejuaran Dunia atau regional. Hanya lembing yang disediakan oleh Panitia Penyelenggara yang boleh digunakan. Namun pada perlombaan yang lebih kecil, peserta boleh menggunakan lembingnya sendiri, asalkan lembing tersebut telah diperiksa dan diberi tanda sebagai tanda sah oleh Panitia Penyelenggara sebelum perlombaan dimulai dan boleh digunakan oleh peserta yang lain (Ballesteros, 1993:117).

 
4.2 Lintasan Awalan Lempar Lembing
          
           Panjang lintasan awalan lempar lembing harus tidak lebih dari 36.50 m dan tidak kurang dari 30 m, harus diberi tanda dengan dua garis paralel 4 m terpisah dan lebar garis 5 cm (Ballesteros, 1993:117).

4.3 Lengkung Batas Lempar Lembing

          Lengkung lempar dibuat dari kayu atau meta dicat putih dipasang datar dengan tanah, dan merupakan suatu busur atau lengkung suatu sirkel yang bergaris tengah radius 8 m. Garis lengkungnya sendiri selebar 7 cm. Garis sepanjang 0.75 m dibuat sebagai perpanjangan dari lengkung lempar dan siku-siku terhadap garis paralel lintasan lari awalan (Ballesteros, 1993:117).

4.4 Sektor Lemparan

          Garis ini terkait dengan sisi dalam garis paralel lintasan awalan yang ditarik dari titik pusat lengkung batas lempar dengan sudut 29o (Ballesteros, 1993:117).

4.5 Penilaian Lempar Lembing

          Penilaian dalam lempar lembing dilakukan dengan menggunakan bendera putih, untuk menandakan bahwa lemparan yang dilakukan benar dan bendera merah untuk menandakan bahwa lemparan yang dilakukan salah. Suatu lemparan diukur dari tanda yang terdekat dengan kepala lembing, sampai ke bagian dalam ujung lingkaran lalu mengukur antara tanda tersebut. Kemudian beberapa unsur penilaian dalam lempar lembing adalah cara memegang lembing dan pendaratan atau jatuhnya lembing (Munasifah,2008:7). Selanjutnya tentang penilaian Muhajir (2007:149) mengatakan “Lemparan sah bila mata lembing menancap atau menggores tanah di sektor lemparan, lemparan tidak sah bila sewaktu melempar menyentuh lengkung lemparan, atau garis 1,5 meter samping atau menyentuh tanah di depan lengkung lemparan”. Lebih lanjut Ballesters (1993:117) menjelaskan bahwa “Suatu lemparan dianggap sah bila mata lembing harus menyentuh tanah sebelum bagian lembing yang lain, dan jatuh sepenuhnya di dalam atau di sisi dalam dari sektor pendaratan lembing.